Selasa, 21 April 2009

BABYBOY (Jum'at Pahing, 5 Desember 2008)

Betapa bahagianya saat menyaksikan buah hati lahir dengan selamat dan sempurna dalam kacamata manusia. Aku telah menjadi seorang ayah dari bayi mungil laki-laki yang kelak akan kujadikan laki-laki sejati, laki-laki yang mampu mewarnai dunia, laki-laki yang teguh dengan pendirian dan bertanggung jawab terhadap ucapannya.
Alhamdulillah.......kupanjatkan selaksa rasa syukur kepada Allah Robbul Izzati.
Terimakasih untuk anugerah sekaligus amanah yang diberikan kepada kami.

Ahmad Almerdzaky Alfaruq, itulah nama yang kuanugerahkan kepada bayi laki-lakiku.
Semoga menjadi manusia terpuji, seorang pangeran yang cerdas dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang benar.

Senin, 26 Mei 2008

Memprihatini Keprihatinan yang Memprihatinkan

Indonesia adalah sebuah nama dari sekumpulan manusia, yang secara defacto dan dejure membentuk sebuah bangsa, sebuah negara berdaulat, dengan susah payah, dengan pengorbanan panjang, menguras darah dan air mata, selama kurang lebih 350-400 tahun lamanya.

Sebuah rentang waktu yang lebih dari cukup, untuk membentuk mental dan karakter sebuah bangsa, baik secara positif maupun negatif. Perampasan hak, intimidasi, penghinaan, pembodohan, serta pembunuhan sistematis, telah lama dilakukan oleh para kolonialis masa lalu. Mental menjajah telah diterapkan secara simultan pada setiap generasi yang berkesempatan menjadi mitra kerja bangsa asing, sedangkan masyarakat yang bersebrangan secara paksa diposisikan sebagai masyarakat bermental pengemis, selalu susah, mengharap banyak bantuan, bodoh, terbelakang, penuh dengan ketidakberdayaan. Hal semacam ini bukanlah sebuah keadaan alami dari bangsa bernama Indonesia, akan tetapi keadaan yang secara sistematis, secara berkesinambungan, dan dalam jangka waktu sangat lama, dibentuk oleh para kolonialis agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat timpang secara sosial, tidak utuh, dan lemah dalam persaingan global.

Memasuki "Gerbang Kebangkitan Nasional", dengan semangat yang belumpernah ditampilkan dalam lakon sejarah, bangsa ini menyongsong kebebasan dengan bersama-sama menghirup udara kemerdekaan pada tahun 1945. Tahun bersejarah yang seharusnya mampu menjadi motivator dan landasan spirit dalam membangun bangsa ini.

Entah mengapa, baru sebentar merasakan segarnya udara kebebasan yang telah lama diperjuangkan dengan susah payah, bangsa ini kembali terpuruk dalam kubangan lumpur "pertikaian intern" bangsa, atas nama keyakinan, atas nama ras, atas nama HAM, atas nama rakyat kecil, atas nama uang, atas nama penguasa, dan atas nama Tuhan.........bangsa ini mengalami kemerosotan mental secara drastis, kemakmuran bukan lagi milik bersama, kebebasan bukan lagi hak asasi, HAM sudah menjadi senjata andalan untuk mencapai keinginan, politik sudah tak lagi mengedepankan hati nurani dan moralitas, ekonomi adalah hegemoni kalangan tertentu, dan berbagai kebobrokan yang sangat memprihatinkan, dan berjalan secara sistematis-birokratis ala "Indonesia".

Belum lagi Reformasi usai diterapkan, sudah disusul dengan adanya kebijakan yang tidak pernah berpihak pada rakyat kecil. Pemerintahan flamboyan yang lemah terhadap intervensi asing, tanpa malu memperlakukan masyarakat secara tidak ilmiah dan tidak mendidik. Demi sesuap keuntungan pribadi, pemerintah berani menipu rakyatnya sendiri denmgan mengatakan rugi sekian milyar dalam eksport BBM, sehingga untuk konsumsi dalam negeri harus selalu dibantu dengan import. Padahal kenyataannya bukanlah demikian, BBM menjadi langka bukan karena SDA yang ada di negeri ini sudah habis, akan tetapi BBM dalam negeri lebih untung dieksport ketimbang konsumsi dalam negeri. Berbagai alasan yang tidak mendidik telah diupayakan pemerintah untuk mengelabuhi masyarakat.

Rencana Kenaikan BBM telah memicu kenaikan harga bahan pangan pokok tanpa bisa dikendalikan oleh pemerintah. Entah karena tidak mampu mengendalikan atau memang tidak mau mengendalikan, akibatnya justru rakyat kecil yang secara langsung merasakan akibatnya. Isu "Layar Merah/Santet lewat HP/Penyebaran infra merah untuk pembunuhan massal" merupakan upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengalihkan perhatian masyarakat pada lemahnya kinerja pemerintah. Walau pada akhirnya, rakyat kecil juga yang harus mau secara paksa dijadikan sebagai "kambing hitam". Upaya suap massal dengan adanya program BLT dari pemerintah, yang sangat tidak mendidik pada masyarakat, dilakukan agar keuntungan pemerintah dalam eksport BBM menjadi kabur.

Bagaimana sesungguhnya skenario yang sedang dirancang Tuhan untuk Indonesia......?

Jumat, 11 April 2008

Negeri Keluh Kesah

Hampir bisa dipastikan dalam setiap beberapa jam, bahkan setiap beberapa menit, baik berita dalam mass media maupun "getok tular", selalu saja akrab di telinga kita kata-kata keluh-kesah yang seperti tiada habis-habisnya. Dari mulai masalah pribadi, percintaan, ekonomi keluarga, pertikaian antar kampung, pertarungan politik, bencana alam, ketidak adilan para penguasa negara, ketidak mapanan, sakit yang tak kunjung sembuh, harapan yang lama tak tercapai, ketidakpuasan, dan lain sebagainya, merupakan tema pokok dalam setiap alasan untuk berkeluh-kesah. Jika bencana datang, banyak rakyat kecil yang berubah menjadi pengemis, perampok, penghujat, pemberang, dan provokator. Para elit penguasa juga banyak yang menyesuaikan diri dengan keadaan semacam ini, berlagak membantu ternyata menipu, memeras, menindas, baik dengan muka ramah maupun muka sangar. Dalam sejarah pemerintahan "kekhalifahan" masa pemerintahan khalifah ke-II Umar ibn al-Khatab, pernah terjadi suatu bencana besar yang melanda negeri Irak pada waktu itu, hampir bisa dipastikan seluruh wilayah mengalami kerusakan hebat. Banyak masyarakat yang mengharap kedatangan para penguasa untuk membantu mereka. Pada saat itu Umar sebagai pemimpin negara meninjau secara langsung wilayah Irak yang sedang terkena musibah gempa bumi. Saat didaulat untuk berbicara di depan rakyatnya, Umar tidak memberikan kata-kata yang menghibur sebagaimana layaknya para penguasa pada umumnya, namun Umar membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan yang sangat menyengat di hati para pendosa saat itu. "Dosa apakah yang pernah kalian lakukan, sehingga Allah menimpakan bencana besar seperti ini?" seketika masyarakat sadar dengan dirinya masing-masing, sehingga semangat untuk kembali kepada jalan yang lurus, dapat memusnahkan rasa dan keinginan untuk berkeluh-kesah. Mungkin semangat spiritual seperti inilah yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Jika kita melakukan kebaikan, maka manfaat akan kita rasakan sebagai pahala yang dihitung secara personal. Namun bila kita melakukan kesalahan, maka orang di sekitar kita yang tidak melakukan pun akan merasakan dampak dari perbuatan kita. Jadilah masyarakat yang kuat untuk tidak berkeluh-kesah setiap saat. Tidak selamanya bencana adalah bentuk kemarahan Tuhan terhadap manusia, karena Tuhan Maha Pengasih dan Maha Pemaaf. Introspeksi adalah satu-satunya cara agar kita dapat menyadari letak kesalahan kita, yang dapat menimbulkan berbagai bencana dan kesusahan.





Sabtu, 05 April 2008

Membangun Kembali Kosmik Peradaban Indonesia

Jika kita amati dalam berbagai kesempatan, di media ataupun di depan mata kita sehari-hari, banyak sekali perubahan yang sangat drastis terjadi di depan mata kita. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap bulan, setiap tahun, selalu saja ada peristiwa ironis, paradoks, dan menyakitkan hati. Mungkin karena terlalu lama sakit hati dengan ulah dan perlakuan penjajah bangsa Eropa selama 350 tahun, kita terbiasa dengan keluh kesah, ndresulo, kecewa, patah harapan, dan akhirnya kita kehilangan daya jangkau untuk mampu melihat ke jauh depan. Menengok sejarah adalah penting dan berguna sebagai suatu cermin kehidupan yang dapat diambil sebagai pelajaran berharga, bukan sebagai alasan untuk tetap berkubang dalam lumpur kemiskinan, kebodohan, kemalasan, dan keluh kesah. Membangun peradaban bangsa bukan dengan sikap pesimistis dan tidak simpati pada bangsa sendiri, namun dengan cara bersikap optimis dalam arti tidak "terlalu pede yang menjerumuskan". Bangkitnya peradaban bangsa Indonesia harus melalui 3 pilar utama :
  1. Pembaharuan Mental; mental yang kuat adalah modal untuk dapat menjadi bangsa yang disegani dan bersaing di kancah internasional dengan kehormatan yang sejati. Mental suka mengeluh, suka mencaci-maki, suka mencari kambing hitam, suka mencuri, suka memeras, suka menipu dengan berbagai cara, suka merusak, suka merendahkan dan meremehkan, serta sikap yang tak peduli dan tak bertanggung jawab. Harus dihilangkan dari setiap diri anak bangsa terutama generasi muda. Melihat jauh ke-depan sangat bagus, namun jangan lupa selalu waspada, hati-hati, tidak grusa grusu, hargai dan hormati sesama terutama yang lebih tua,bukan dalam arti hormat mutlak, namun hormat sebagai generasi muda yang beradab. Serta jangan pernah melupakan sejarah apapun, manapun, atau siapapun.
  2. Pemerataan SDM; Jangan hanya berkutat di satu tempat, satu bidang, dan satu keinginan saja. Kemampuan manusia bisa berkembang. maka bekerja keraslah.
  3. Ekonomi yang Adil; jangan terbiasa jadi orang yang susah, baik dalam keadaan banyak harta maupun kurang harta, orang susah adalah orang yang tidak punya kepekaan hati nurani, kepekaan sosial, kepekaan lingkungan. mau menang sendiri, egois, dan merusak dalam berbagai cara, baik secara perilaku maupun secara mental.Jaringan Komunikatif antara kalangan atas dan kalangan akar rumput.

Masih banyak lagi yang belum disebutkan dalam tulisan ini, namun setidaknya dalam tiga pilar utama itu, kita harus bangkitkan peradaban bangsa yang indah, tangguh, dan dibutuhkan kemanfaatan positifnya oleh bangsa lain. Kita adalah bangsa yang beradab.